Natur pertobatan (22)

(iv) Kecenderungan jalannya diarahkan untuk memelihara ketetapan-ketetapan Allah. Adalah urusan sehari-harinya untuk berjalan bersama Allah. Ia mencari hal-hal yang penting, rencana-rencana yang mulia, meskipun ia terlampau terbatas. Sasarannya tidak kurang dari kesempurnaan; ia menginginkannya, ia menggapainya; ia tidak akan berhenti di tahapan kasih karunia apa pun, sampai ia menyingkirkan dosa-dosanya, dan disempurnakan dalam kekudusan (Filipi 3:11-14).

Di sini kebusukan orang munafik akan tersingkap. Ia menginginkan kekudusan, seperti dikatakan dengan baik oleh seseorang, hanya sebagai jembatan ke sorga, dan sungguh ingin tahu apa yang paling minimum yang dapat mewujudkan keinginannya; dan jika ia bisa mendapatkan sebegitu banyak seperti boleh membawanya ke sorga, hanya inilah yang ia pedulikan. Akan tetapi petobat yang sejati menginginkan kekudusan demi kekudusan itu sendiri, dan bukan sekedar demi sorga. Ia tidak akan puas dengan apa yang dapat menyelamatkannya dari neraka, tetapi menginginkan yang paling tinggi. Namun keinginan tidaklah cukup. Apa jalanmu? Apakah jalan dan lingkup hidupmu berubah? Apakah kekudusan yang engkau kejar, dan apakah agama urusanmu? Jika bukan, engkau tidak sungguh-sungguh bertobat.

Dan apakah yang telah kami jelaskan adalah pertobatan yang merupakan keharusan mutlak kepada keselamatan? Ketahuilah, bahwa sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan—bahwa sedikit orang yang mendapatinya—bahwa diperlukan kuasa ilahi untuk mempertobatkan seorang berdosa kepada Yesus Kristus.

Sekali lagi, O manusia, selidikilah dirimu. Apa yang dikatakan nuranimu? Apakah ia mulai menuduhmu? Tidakkah ia menusuk engkau selagi engkau pergi? Apakah ini pertimbangan, pilihan, dan jalanmu, yang telah kami jelaskan? Jika demikian, baik adanya. Namun apakah hatimu menghakimi engkau, dan memberi tahu engkau suatu dosa tertentu yang engkau hidupi melawan nuranimu? Tidakkah ia memberi tahu engkau ada jalan kejahatan tersembunyi yang engkau ingin kejar; kewajiban tertentu yang engkau tidak pedulikan?

Tidakkah nuranimu membawamu ke dalam kamarmu, dan memberi tahu engkau betapa jarangnya doa dan pembacaan dilakukan di sana? Tidakkah ia membawamu kepada keluargamu, dan menunjukkan kepadamu kewajiban yang diberikan Allah kepadamu, dan jiwa anak-anakmu terbengkalai di sana? Tidakkah nuranimu memimpinmu ke tokomu, pekerjaanmu, dan memberi tahu engkau kejahatan di sana? Tidakkah ia membawamu ke tempat publik, atau klub privat, dan mempersalahkan engkau karena pergaulan yang engkau pelihara di sana, waktu berharga yang engkau sia-siakan di sana, talenta yang engkau buang di sana? Tidakkah ia membawamu ke ruang rahasia, dan membacakan di sana hukumanmu?

O hati nurani! kerjakan tugasmu. Dalam nama Allah yang hidup, aku perintahkan engkau, kerjakan tugasmu. Tangkaplah pendosa ini, kuasailah dia, tawanlah, dan lepaskanlah dia dari ilusinya. Apa?! akankah engkau menyenangkannya dan menenangkannya selagi ia hidup dalam dosa-dosanya? Bangunlah, O nurani! Apa maksudmu, O tukang tidur? Apa?! tidakkah engkau memiliki teguran dalam mulutmu? Apa?! akankah jiwa ini mati dalam pengabaiannya akan Allah dan kekekalan, dan engkau sama sekali tenang-tenang saja? Apa?! akankah ia terus-menerus melakukan pelanggaran-pelanggarannya, dan engkau tenang-tenang saja? Oh, bangkitlah, dan kerjakan tugasmu. Sekarang biarkan pengkhotbah dalam sanubarimu berbicara. Berserulah dengan lantang, dan jangan setengah-setengah; kumandangkanlah suaramu seperti terompet. Jangan biarkan darah jiwanya dituntut dari tanganmu.


About this entry